Apakah Thailand mampu menjadi representasi layanan kesehatan universal, siapkah untuk telemedicine? | Healthcare Asia Magazine
, Thailand
165 views

Apakah Thailand mampu menjadi representasi layanan kesehatan universal, siapkah untuk telemedicine?

Lalu lintas Bangkok yang padat adalah salah satu faktor yang menekan penyedia layanan kesehatan untuk menerapkan layanan digital on-demand.

Thailand bersiap untuk layanan digital on-demand menuju fase berikutnya dari program layanan kesehatan universal atau Universal Healthcare (UHC) sebagai bagian dari upayanya untuk memperluas jaringan layanan kesehatan ke populasi mobile-first yang berkembang pesat.

Di Bangkok Leg of the 2019 Healthcare Asia Forum, lebih dari 40 peserta dari 20 rumah sakit dan pelaku industri, dengan pembicara dari Singapura dan seorang peserta dari Belanda, bertukar pikiran tentang bagaimana Thailand dapat meningkatkan layanan kesehatannya lewat telemedicine.

David Thomas Boucher, Chief Business Transformation Officer di Bumrungrad International Hospital, mendefinisikan ‘layanan on-demand’ sebagai disrupsi pasar layanan medis melalui teknologi seluler di mana layanan ditawarkan sesuai permintaan, menghasilkan pengalaman pasien yang lebih mudah, lebih terjangkau, dan memuaskan. “Dengan mengadopsi layanan on-demand, kami pada dasarnya mengadopsi pendekatan ritel dengan menyatukan pasien dan penyedia melalui teknologi,” jelasnya, sembari menyoroti bagaimana masalah lalu lintas yang berkembang di Bangkok menandakan kebutuhan yang lebih besar akan telemedicine.

Selain membutuhkan direktori dokter yang lebih baik atau menerapkan ulasan online kepuasan pasien yang serupa dengan penilaian pengendara terhadap pengemudi Grab, rumah sakit juga perlu mengadopsi lingkungan ramah pasien seperti kafe Starbucks atau lobi hotel untuk mengubah citra rumah sakit yang ‘menakutkan’, dia menambahkan.

“Ada banyak posisi yang dapat diambil oleh rumah sakit, tetapi pada akhirnya kita harus menjadi bagian dari solusi untuk tidak hanya tetap kompetitif, tetapi juga untuk meningkatkan industri medis secara keseluruhan.”

Michael David Mitchell, Hospital Director Bangkok International Hospital, mengungkapkan sentimen tersebut dan menyoroti bagaimana rumah sakit swasta di Thailand menjadi kompetitif secara internasional dengan mendigitalkan layanan kesehatan.

Dia menambahkan bagaimana rumah sakit swasta di Thailand memiliki pilihan yang lebih luas dibandingkan dengan yang ada di Australia, mulai dari jumlah kamar yang dapat dipilih pasien, hingga sistem berbagi jaringan yang ada dalam operasi rumah sakit, juga banyaknya ruang parkir yang tersedia di rumah sakit lokal.

“Kita jelas harus cerdas dalam mengelola biaya, tetapi tetap mendapatkan hasil pasien yang baik, jadi penting bagi kita untuk memahami struktur biaya tenaga kerja klinis dan non-klinis,” kata Mitchell. “Telehealth adalah langkah selanjutnya, dan juga sangat berguna untuk daerah terpencil di mana praktisi umum layanan primer dapat memberikan layanan dari kantor mereka tanpa harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk menjangkau pasien di daerah pedesaan. Telehealth telah bekerja di Australia, dan ada potensi di Thailand.”

Dr. Tullawat Pacharapha, COO Vejthani Hospital, berbagi pandangan ini dengan menambahkan bahwa fragmentasi geografis akan semakin berkurang seiring dengan dorongan digitalisasi di Thailand, terutama jika dibutuhkan telemedicine.

Perjalanan menuju UHC

Thailand telah menempuh perjalanan panjang untuk mencapai posisi saat ini dalam menyediakan UHC bagi 69,81 juta penduduknya dan reputasinya sebagai salah satu pusat pariwisata medis terkemuka di kawasan itu, menurut Dr. Phusit Prakongsai, Senior Advisor on Health Promotion, Ministry of Health Thailand.

Dari skema asuransi kesehatan masyarakat yang terfragmentasi dan populasi besar yang tidak diasuransikan pada tahun 1963, Thailand menerapkan UHC pada tahun 2002, ketika produk domestik bruto (PDB) per kapita negara itu hanya $1870.

“Thailand dari dulu hingga sekarang belum menjadi negara kaya. Kami termasuk negara berpenghasilan menengah ke bawah tetapi kami masih berhasil mencapai UHC. Ada banyak prediksi bahwa negara ini tidak akan bertahan dengan program UHC mengingat meningkatnya biaya medis, tetapi kami yakin bahwa kami akan dapat melanjutkan ini dengan lebih banyak inisiatif pemerintah, seperti telemedicine.”

Sementara kebijakan telemedicine belum diterapkan di tingkat nasional, Dr. Prakongsai mengatakan bahwa pemerintah sedang mencari lebih banyak investasi dan mendapatkan waktu yang tepat untuk memberikan layanan digital on-demand kepada penduduk lokal, ekspatriat, dan turis. Dia lebih lanjut menambahkan bahwa ketika pariwisata medis Thailand tumbuh, ada diskusi tentang bagaimana sektor publik dan swasta dapat bekerja sama untuk mempertahankan biaya, tetapi tetap menjamin layanan berkualitas tinggi.

Meskipun Thailand telah mencapai layanan kesehatan universal, masih ada peran besar yang dapat dimainkan oleh sektor swasta untuk membuat negara ini terus maju dengan ambisi telehealth dan visi UHC secara keseluruhan, menurut Chris Hardesty, Director of Life Science di KPMG.

“UHC menciptakan siklus yang baik karena dapat menyediakan lebih banyak pekerjaan, yang mengarah pada peningkatan kinerja ekonomi, yang pada gilirannya mengarah pada produktivitas yang lebih tinggi, dan sebagainya,” jelasnya, sembari menyoroti bahwa diagnostik yang dianggap sebagai layanan terbaik dari sektor swasta, yang bisa menjadi bagian terpenting dari keseluruhan kondisi yang ada saat ini. “Mendapatkan diagnosa yang tepat diawal dapat menghemat banyak biaya, sehingga perusahaan dan sektor publik harus bekerja sama untuk memahami bagaimana hal itu dapat membantu sistem secara keseluruhan.”

Sementara beberapa orang mengatakan bahwa industri medis mengalami kekurangan staf, Major General Niwat Boonyuen, deputy CEO of Group 4 Bangkok Dusit Medical Services (BDMS) dan Director of Bangkok Hospital Chiang Mai, berpendapat bahwa peningkatan keterampilan staf dan penyediaan teknologi yang membantu mereka bekerja lebih baik harus menjadi dua prioritas utama yang menjadi fokus rumah sakit, terutama jika negara tersebut ingin menerapkan telemedicine.

“Jumlah personel tidak menjadi masalah. Rumah sakit perlu memprioritaskan pelatihan untuk profesional mereka, serta menemukan cara untuk melibatkan pasien dalam layanan mereka. Komunikasi, terutama dengan pasien internasional, sangat penting karena semakin banyak pasien yang ingin memahami apa yang terjadi, dan mengapa,” jelasnya.

Bangkok Leg of the Healthcare Asia Forum diadakan pada 17 Mei di Doubletree by Hilton.

 

Pemindaian AI terkini meningkatkan diagnosa di Shin Kong Wu Ho-Su Memorial Hospital

Rumah sakit di Taiwan ini menggunakan teknologi endoskop yang dibantu AI untuk mendeteksi polip dan kamera resolusi tinggi untuk telemedis.

KFSHRC Saudi bertumpu pada inovasi untuk mentransformasi layanan kesehatan

Rumah sakit ini mempercepat adopsi teknologi baru untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin global di bidang kedokteran.

Angkor Hospital merencanakan pusat trauma untuk anak-anak

Fasilitas ini akan memiliki ICU, ruang gawat darurat, ruang operasi, dan bangsal bedah.

Bali International Hospital dan HK Asia Medical mendirikan pusat jantung baru

Fasilitas ini akan menawarkan diagnostik, operasi invasif minimal, dan perawatan pasca operasi.

Pasar pencitraan medis Indonesia diproyeksikan tumbuh 6,12% CAGR hingga 2030

Salah satu pendorong utama adalah peningkatan inisiatif yang dipimpin pemerintah.

Rumah Sakit Pusat Kamboja beralih ke adopsi teknologi untuk meningkatkan layanan jantung

Salah satu teknologi kunci mereka adalah mesin ECMO untuk mendukung hidup yang berkepanjangan dalam kondisi kritis.

Ekspor farmasi Indonesia diperkirakan tumbuh 7,7% CAGR hingga 2028

Berkat upaya pemerintah dan aturan investasi baru untuk meningkatkan produksi domestik.

Jepang dan Indonesia tandatangani MoU untuk pelatihan perawat dan pekerja perawatan

Kemitraan ini bertujuan membimbing tenaga kesehatan Indonesia agar memenuhi standar tenaga kerja profesional Jepang.

Pusat gigi nasional Singapura berada di garda terdepan layanan gigi digital

Teknologi pemindaian intraoralnya menggantikan metode pencetakan gigi tradisional.

Inovasi medis global dan solusi berbasis AI menjadi sorotan

Medical Taiwan 2024 menghadirkan 280 peserta dari 10 negara dan mendorong integrasi teknologi dalam layanan kesehatan.