
Sistem otomatis mengangkut instrumen bedah di Singapura
Sistem ini mengirimkan instrumen siap pakai langsung ke meja operasi.
Sengkang General Hospital (SKH) di Singapura menggunakan robot dan conveyor belt untuk menyimpan, mengambil, dan mengangkut instrumen bedah yang sensitif ke ruang operasi, menghilangkan kebutuhan pencarian manual dan pengangkutan berat secara fisik.
“Sistem penyimpanan dan pengambilan otomatis melacak inventaris secara real-time,” kata Moarie Grace Tan, assistant director nursing dan operating theatre, kepada Healthcare Asia. “Sistem ini dikendalikan oleh crane dan shuttle yang dioperasikan komputer, yang bergerak di sepanjang lorong untuk mengambil dan menyimpan item di lokasi yang telah ditentukan.”
Sistem ini menerapkan metode “first in, first out” (FIFO). “Mempertahankan proses ini secara manual sangat melelahkan secara fisik. Sistem ini membantu meminimalkan kesalahan manusia,” katanya melalui Zoom.
Sebelumnya, instrumen bedah disimpan di berbagai lokasi di seluruh rumah sakit, yang menyebabkan pengelolaan ruang menjadi tidak efisien.
Di Central Sterile Supply Department atau CSSD, rak penyimpanan menampung banyak set instrumen, sehingga menemukan satu set tertentu memakan waktu lama, kata Tan.
“Sekarang jauh lebih mudah. Staf hanya perlu mengetuk layar komputer untuk memilih set yang dibutuhkan, dan sistem secara otomatis mengambilnya,” tambahnya.
“Jika suatu set belum melewati prosedur yang sesuai, sistem secara otomatis menolaknya dan menandai kesalahan,” ujar Tan. “CSSD kami harus mematuhi standar kesehatan yang ketat, termasuk menjaga sterilisasi dan mencegah kontaminasi silang.”
Sistem ini beroperasi dalam lingkungan yang dikendalikan, jauh dari human traffic.
“Ada barikade untuk mencegah siapa pun memasuki area tersebut,” katanya. “Dengan sistem ini, tidak ada intervensi manusia; hanya robot yang bekerja.”
Tan mengatakan SKH sedang beralih ke sistem di mana instrumen dikirimkan satu hingga dua jam sebelum setiap operasi. “Sebelumnya, full-day prosedur dalam satu ruang operasi memerlukan pengambilan dan pengiriman instrumen dalam satu batch.”
Sistem penyimpanan berteknologi tinggi ini harus melalui keterlibatan pemangku kepentingan, analisis kelayakan, serta pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak, kata Jeff Tang, senior executive Nursing Division, Central Supply Sterile Unit SKH.
Ia menjelaskan bahwa mereka memiliki sistem manajemen gudang, pencatatan, dan pelacakan yang memantau inventaris. “Kami harus menyinkronkan ketiga sistem ini agar sistem penyimpanan dan pengambilan otomatis dapat berfungsi secara efektif,” katanya dalam wawancara Zoom.
“Setelah jadwal operasi ditetapkan, sistem akan menyinkronkan data sehingga instrumen yang siap digunakan dapat langsung dikirim ke meja operasi,” tambahnya.
Teknik presisi juga harus diperhitungkan, karena bahkan variasi tiga milimeter dapat memengaruhi cara kontainer bergerak di sepanjang conveyor belt.
“Bahkan perbedaan kecil dapat menyebabkan getaran yang tidak perlu,” kata Tang. “Kami harus benar-benar menyeimbangkan antara memastikan pergerakan yang lancar dan mencegah kerusakan yang tidak diinginkan.”
Tantangan lain adalah meyakinkan staf, terutama karyawan senior, bahwa otomatisasi akan mempermudah pekerjaan mereka, bukan memperumitnya. “Setelah pelatihan, mereka justru menjadi pendukung terkuat sistem ini,” tambahnya.
SKH juga sedang dalam tahap implementasi Automated Mobile Robots atau AMR untuk melengkapi sistem ini, kata Tang. “AMR ini akan menangani pengiriman akhir instrumen yang diambil dari sistem penyimpanan dan pengambilan otomatis, sehingga meningkatkan kecepatan distribusi dan akurasi.”