Apa yang masih kurang dalam upaya pencegahan virus hepatitis di kalangan ibu hamil di Asia Pasifik? | Healthcare Asia Magazine
, APAC
150 views
Prof Saeed Hamid

Apa yang masih kurang dalam upaya pencegahan virus hepatitis di kalangan ibu hamil di Asia Pasifik?

Masih ditemui kekurangan dalam hal skrining dan obat eliminasi penyakit di antara wanita hamil.

 

Ketika World Health Organisation (WHO) meluncurkan roadmap untuk menghilangkan virus hepatitis di wilayah Asia Pasifik (APAC), sebuah organisasi non-pemerintah, Coalition to Eradicate Viral Hepatitis (CEVHAP), turun tangan merumuskan kebijakan yang akan membantu pencapaian target WHO itu.

Tujuan WHO adalah untuk mengurangi prevalensi hepatitis B, infeksi hati yang berasal dari virus hepatitis B (HBV), di kawasan APAC. Berdasarkan kerangka regional 2018 untuk menghilangkan virus hepatitis dari 2018 hingga 2030, APAC memiliki beban hepatitis B yang signifikan, dengan 115 juta orang di wilayah Pasifik Barat berisiko hidup dengan hepatitis B kronis sementara di wilayah Asia Tenggara 39 juta orang.

Meskipun sudah ada hasil dalam pemberantasan hepatitis, seperti meluasnya program vaksinasi di wilayah tersebut, salah satu ketua CEVHAP Saeed Hamid mengatakan masih banyak yang harus dilakukan, khususnya untuk merawat wanita hamil, yang dapat menularkan penyakit tersebut kepada anak-anak mereka.

“Vaksin hepatitis B dalam birth dose , yang merupakan salah satu intervensi paling efektif, 67% mendapatkan birth dose dan 33% tidak. Untuk vaksin tiga dosis, kami melakukannya dengan cukup baik, dimana telah mencapai 91%. Tapi untuk ibu hamil baru 8%,” kata Hamid kepada Healthcare Asia.

Skrining saja tidak cukup

Kurangnya skrining atau pengujian Hepatitis B di antara ibu hamil di Asia Pasifik, mempengaruhi target WHO untuk mencegah virus hepatitis, kata Hamid.

Menurut jurnal AS peer-review, American Family Physician, skrining utama untuk mengetahui infeksi virus hepatitis B adalah tes serologis atau tes darah untuk HBsAg, yang dapat dilakukan pada kunjungan prenatal pertama.

“Jika tidak melakukan tes, maka tidak akan diketahui siapa yang positif dan juga tidak dapat diketahui apakah pengobatan akan membantu  atau tidak,” kata Hamid.

Selain itu, ibu hamil juga ragu untuk minum obat hepatitis B, kata Hamid.

“Meskipun [obat] telah terbukti benar-benar aman dan tanpa efek samping. Saya pikir perlu usaha tambahan dalam hal ini. Ini adalah intervensi efektif yang pasti akan menghentikan penularan ke bayi baru lahir,” katanya.

CEVHAP mengatakan dalam laporan sebelumnya bahwa hepatitis B dapat dikurangi secara efektif dengan pengobatan antivirus seperti analog nukleosida, termasuk entecavir dan tenofovir.

Jenis obat ini aman untuk mengendalikan replikasi virus dan mengurangi infeksi hati.

Pengobatan Hepatitis C yang tidak merata

Para pemimpin kesehatan dunia juga berusaha menghilangkan Hepatitis C, peradangan hati yang dipicu oleh virus hepatitis C (HCV).

CEVHAP mengatakan praktik injeksi dan pengaturan perawatan kesehatan yang tidak aman adalah penularan utama virus tersebut. Tidak ada vaksin yang tersedia untuk itu tetapi dapat disembuhkan melalui antivirus yang bekerja langsung.

Namun di Asia Pasifik, Hamid mengatakan kesenjangan terapi untuk mengurangi HCV disebabkan oleh masalah harga.

“Asia Pasifik adalah campuran dari negara berpenghasilan tinggi, berpenghasilan menengah, dan berpenghasilan menengah ke bawah. Ketidakmerataan itu menyebabkan disparitas akses terapi karena berbagai alasan, negosiasi harga, dan ketersediaan,” katanya.

Dia mencatat bahwa beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah di Asia Pasifik menawarkan obat murah dan generik untuk membantu mengobati orang yang terinfeksi HCV.

“[Negara berpenghasilan rendah dan menengah] telah memungkinkan kami untuk merawat sejumlah besar orang. Negara-negara seperti Pakistan, India, dan Bangladesh. fokus mengumumkan program eliminasi besar-besaran untuk mengobati jutaan orang,” kata Hamid.

Untuk beberapa negara seperti Malaysia, Hamid mengatakan negosiasi harga obat HCV berjalan lambat.

“Sulit untuk mendapatkan akses [ke pengobatan]. Misalnya Malaysia yang harganya mahal, mereka tidak memiliki akses mudah ke obat generik, dan negosiasi harga dengan perusahaan standar dengan produk originator sangat lamban,” kata Hamid.

Saat ini, wilayah Asia telah mengalami sebagian besar beban penyakit global yang disebabkan oleh hepatitis B dan hepatitis C kronis, dengan 63% infeksi terkait virus hepatitis di seluruh dunia terjadi di APAC.

EMC Healthcare dan InterSystems akan meluncurkan sistem rekam medis elektronik canggih di Indonesia

Sistem ini dilengkapi dengan dokumentasi otomatis dan kode berbasis AI.

Rumah sakit swasta di Filipina diminta berhati-hati akan pengeluaran

Klaim layanan kesehatan di negara ini diperkirakan meningkat 21% tahun ini.

KTPH melacak pasien dan peralatan secara real-time

Rumah sakit milik negara Singapura ini juga berencana menggunakan gelang RFID pasif untuk melacak lokasi pasien.

Sistem otomatis mengangkut instrumen bedah di Singapura

Sistem ini mengirimkan instrumen siap pakai langsung ke meja operasi.

Island Hospital menggunakan rehabilitasi berbasis data untuk mempercepat pemulihan

Teknologi ini menyesuaikan latihan pasien dan memberikan feedback secara real-time.

Rumah Sakit didesak menutup kesenjangan dalam layanan kesehatan perempuan

Investasi yang lebih baik dalam kesehatan perempuan dapat meningkatkan perekonomian global sebesar USD 1 triliun per tahun pada 2040.

NUHCS melatih lebih banyak ahli bedah untuk implantasi katup jantung yang kurang invasif

TAVI menargetkan kondisi yang sering dimulai dengan murmur jantung.