Perjalanan Indonesia menuju rekam medis elektronik
Hanya 13% rumah sakit yang telah menerapkan rekam medis elektronik secara optimal di Indonesia.
Butuh perjuangan nyata di antara rumah sakit di Indonesia untuk mendigitalkan rekam medis dan mendigitalkan prosesnya. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan Indonesia mengeluarkan peraturan baru yang memberikan fasilitas kesehatan hingga hari terakhir 2023 untuk beralih ke sistem pencatatan riwayat medis pasien elektronik.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 dirilis pada Agustus lalu. Regulasi ini mendukung pelaksanaan pilar keenam Transformasi Kesehatan yaitu transformasi teknologi kesehatan. Lima pilar lainnya meliputi pelayanan primer, pelayanan rujukan rumah sakit, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, dan sumber daya manusia kesehatan.
“Hal ini dilakukan untuk memberikan kemudahan karena masyarakat dapat memperoleh hasil diagnosis yang dapat dilacak, dan informasi data dari rekam medis elektronik dapat mempermudah pengambilan kebijakan dan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan,” kata Chief Digital Transformation Officer Kementerian Kesehatan, Setiaji dalam konferensi pers.
Regulasi tersebut mewajibkan rekam medis elektronik dan proses mulai dari pendaftaran pasien, pendistribusian rekam medis pasien yang dapat dilakukan antar unit internal fasilitas kesehatan, pencatatan data klinis pasien oleh tenaga medis, pengkodean dan pelaporan rekam medis di internal fasilitas kesehatan, serta transfer isi rekam medis dalam rangka rujukan ke fasilitas kesehatan lain.
Proses pengisian dan pendistribusian rekam medis akan berdasarkan persetujuan pasien, dan data rekam medis ini diatur oleh Kementerian Kesehatan untuk standar penyimpanan dan keamanannya.
Nantinya, pasien dapat mengakses rekam medis elektroniknya melalui PeduliLindungi, aplikasi yang biasa digunakan masyarakat Indonesia di masa pandemi COVID-19 untuk mengakses sertifikat dan informasi tentang vaksin serta melakukan check in di tempat umum. Sementara, fasilitas kesehatan harus terkoneksi dengan platform terintegrasi yang memadukan berbagai aplikasi dari berbagai pelaku industri kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah yaitu SATUSEHAT.
Concern rumah sakit
Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mendukung penerapan rekam medis elektronik dalam pelayanan rumah sakit.
“Kondisi geografis Indonesia yang unik sebagai negara kepulauan membutuhkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik dan merata. Selain itu, sistem pelayanan kesehatan online dapat mengurangi masalah yang masih ada di rumah sakit saat ini, seperti masalah antrian panjang karena pasien antri bolak-balik,” kata Sekretaris Jenderal ARSSI, Ichsan Hanafi kepada Healthcare Asia.
Namun, Hanafi menyoroti kewajiban menata rekam medis sesuai kemampuan rumah sakit yang berbeda. “Ada lebih dari 3.000 rumah sakit di Indonesia, di mana 65% di antaranya adalah rumah sakit swasta dengan hardware, sumber daya manusia, dan kondisi keuangan yang bervariasi sehingga memiliki daya adaptasi yang berbeda-beda,” katanya.
Hanafi mencatat, hanya beberapa kelompok rumah sakit swasta yang terdaftar di bursa dan memiliki kemampuan finansial yang kuat, sementara sebagian besar rumah sakit swasta adalah pemilik tunggal. Dia menyarankan agar Kementerian Kesehatan membuat modul.
Hasil survei cepat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada Maret 2022 tentang rekam medis elektronik dan digitalisasi rumah sakit, dengan responden sebanyak 646 rumah sakit, menunjukkan hanya 13% responden yang telah mengimplementasikan rekam medis elektronik secara optimal. Sebanyak 32% responden menyatakan hanya akan mengimplementasikan rekam medis elektronik dan sebanyak 17% tidak memiliki rencana untuk mengimplementasikan rekam medis elektronik.
Dalam survei cepat ini, pertanyaan yang diajukan kepada responden meliputi modul Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) seperti apa yang digunakan, jenis data elektronik apa yang tersedia di aplikasi rekam medis elektronik, bagaimana rumah sakit mengembangkan transformasi digital, di mana lokasi penyimpanan data elektronik di rumah sakit tersebut dan bagaimana gambaran kematangan digitalisasi rumah sakit it.
“Kalau melihat hasil [survei] ini perlu mendapat perhatian karena situasinya tidak sama [antar rumah sakit),” kata Head of Data and Information Compartment PERSI, Anis Fuad saat konferensi pers.
Digital Maturity Index
Untuk mengatasi berbagai kondisi rumah sakit dalam penerapan rekam medis elektronik, Kementerian Kesehatan akan memetakan seluruh fasilitas kesehatan dengan Digital Maturity Index.
“Dari indeks itu akan diketahui fasilitas kesehatan yang siap atau tidak. Akan ada tingkatannya, dan dari situ akan kita gunakan untuk mengimplementasikan kebijakan ini," kata Setiaji.
Digital Maturity Index merupakan instrumen untuk mengukur digitalisasi rumah sakit. Penilaian melalui indeks ini meliputi tata kelola rumah sakit, organisasi, dan sumber daya manusia seperti bagaimana rencana strategis TI rumah sakit, berapa banyak sumber daya manusia yang akan fokus pada jaringan atau menjadi programmer, dan berapa anggaran rumah sakit untuk TI.
Penilaian lainnya adalah soal arsitektur sistem informasi tentang bagaimana front office dan back office serta penerapan rekam medis elektronik. Data rumah sakit dan standar interoperabilitas seperti standar variabel dan metadata serta standar pengkodean data termasuk dalam indeks ini. Demikian pula kapabilitas infrastruktur sistem TI, seperti pusat data dan koneksi internet serta pelaporan dan analisis data rumah sakit, misalnya cara penggunaan dashboard dan analitik di rumah sakit.
Setiaji menjelaskan, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika agar penggunaan rekam medis elektronik tidak bermasalah dalam hal internet. “Ada fasilitas kesehatan yang lokasinya di pelosok yang sulit mendapatkan sinyal internet, untuk itu kita tidak bisa langsung melakukan sinkronisasi data tapi bisa dilakukan secara bertahap, misalnya sinkronisasi dilakukan sehari sekali,” katanya.
Kementerian Kesehatan juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memperkuat pengamanan data rekam medis. Setiaji mengatakan Kementerian Kesehatan telah menyiapkan pedoman bagaimana mengamankan data dan menyiapkan rekam medis elektronik dengan keamanan yang memenuhi standar pemerintah. “Kami juga akan gencar melakukan sosialisasi penerapan rekam medis elektronik ini. Karena ini adalah perubahan budaya. Sosialisasi juga akan memandu tenaga medis untuk lebih memahami IT, karena merekalah yang akan menginput data pasien. Diharapkan bisa dilakukan percepatan di mana akhir 2023 semuanya sudah terkoneksi dan terdigitalisasi,” katanya.
Dalam Roadmap Transformasi Digital Kesehatan yang dicanangkan pemerintah, 2022 merupakan tahun pengembangan desain arsitektur, salah satunya adalah platform sistem pelayanan kesehatan terpadu yang telah dibangun pada tahun sebelumnya. Pada 2023 mulai implementasi dan pada 2024 akan dilakukan perluasan cakupan sistem informasi fasilitas kesehatan terpadu.