
Asia Tenggara masih kekurangan platform kesehatan terpadu
Ketiadaan ekosistem tunggal merugikan pasien.
Sistem yang sangat terfragmentasi dan kurangnya pertukaran data yang lancar di antara penyedia layanan kesehatan di Asia Tenggara menyebabkan keterlambatan, pengujian berulang, serta kesalahan dalam pengobatan. Seluruhnya akibat informasi pada pasien yang tidak memadai.
Fragmentasi ini diperparah oleh sistem kesehatan publik dan swasta yang beroperasi secara independen tanpa berkomunikasi satu sama lain, kata Ruch de Silva, Head Payer & Patient Solutions di DKSH Healthcare, Bangkok.
Ada kasus di mana dokter umum merujuk pasien ke spesialis swasta yang tidak memiliki akses ke rekam medis pasien.
“Kita tidak hidup di dunia di mana pasien memiliki semua informasi kesehatannya dalam genggaman,” katanya.
Layanan identifikasi elektronik SingPass di Singapura memang dapat memberikan akses ke rekam medis, tetapi sistem ini belum sepenuhnya terpusat. “Pasien yang mendapatkan perawatan di rumah sakit swasta atau klinik dokter umum independen mungkin tidak memiliki rekam medis seperti yang dapat diakses oleh semua penyedia layanan kesehatan,” tambahnya.
Apoteker juga menghadapi tantangan akibat tidak memiliki akses ke profil medis lengkap pasien. “Tanpa mengetahui semua pengobatan yang sedang diterima pasien, apoteker kesulitan mengidentifikasi interaksi obat dan kontraindikasi,” kata Ruch de Silva.
Kurangnya informasi ini dapat memperumit penanganan pasien dengan berbagai kondisi dan penyakit, tambahnya.
De Silva menekankan bahwa penyedia layanan kesehatan di Asia Tenggara perlu memiliki platform terintegrasi yang menghubungkan pasien dan tenaga medis dalam satu ekosistem. “Kita bisa memiliki satu sumber.”
“Saya menggunakan aplikasi untuk melacak jumlah langkah saya setiap hari dan aplikasi lain untuk pemantauan glukosa secara terus-menerus,” katanya, menceritakan pengalamannya sebagai penderita diabetes tipe 1. “Selain itu, saya juga memakai aplikasi lain untuk mencatat makanan yang saya konsumsi dan bagaimana perasaan saya.”
Berdasarkan hal ini, de Silva menggambarkan skenario di mana semua informasi tersebut tersedia dalam satu platform, memungkinkan akses dan pemantauan data kesehatan yang lebih mudah.
“Saat saya menemui dokter, mereka dapat melihat semua informasi ini dalam satu tampilan,” katanya. “Bagi pasien seperti saya, ini akan sangat bermanfaat untuk mengelola gaya hidup dan meningkatkan kondisi kesehatan saya.”
Menurutnya, dataset yang kuat akan membuka peluang untuk mengidentifikasi pola yang dapat meningkatkan pengetahuan medis dan kemampuan prediktif.
“Jika memiliki profil genetik pasien, data dari hasil pengobatan, tes laboratorium, aktivitas fisik, dan berbagai biomarker, kita bisa mendapatkan pemahaman yang jauh lebih jelas tentang penyebab penyakit tertentu,” kata de Silva.
De Silva menambahkan bahwa platform terpusat akan menguntungkan baik pasien maupun industri, meskipun ada kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data. Setelah kekhawatiran ini ditangani dengan baik, integrasi tersebut dapat memberikan wawasan yang signifikan tentang kesejahteraan pasien.
Meskipun teknologi memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan layanan kesehatan, de Silva menekankan bahwa teknologi saja bukanlah solusi yang lengkap, dan integrasi harus dilakukan secara online maupun offline.
“Selama empat hingga lima tahun terakhir, kami telah banyak berinvestasi dalam tenaga profesional lokal,” katanya.
“Mereka termasuk perawat yang mengunjungi pasien di rumah, melakukan panggilan video, dan memberikan dukungan esensial.”
Pendekatan personal ini membantu menjelaskan informasi medis yang kompleks kepada pasien. “Ini mencakup pertimbangan bahasa dan budaya.”
De Silva juga menyoroti perlunya kolaborasi antarpemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan layanan kesehatan di kawasan ini.
“Selama pandemi COVID-19, orang-orang bersatu, tetapi saat ini kita tidak melihat cukup banyak kemitraan,” katanya.
“Kita perlu menemukan pendekatan berkelanjutan yang melibatkan sektor publik dan swasta untuk mendorong perbaikan yang signifikan.”